Hari ini, aku sedang mencari inspirasi untuk menulis sesuatu yang berguna di blogku ini. Tapi aku sedang tak terinspirasi oleh apa pun, kemungkinan karena kelelahan berkepanjangan yang kualami sejak lebaran menjelang, dan hidupku benar2 tersita untuk bekerja baik di rumah, di kantor, kunjungan ke sana kemari untuk acara sosial, juga tugasku mengajar. Hidup terasa istimewa sebenarnya, tapi keletihan ini membuatku tak bisa memikirkan satu topik yang layak untuk ditulis. Sebenarnya mungkin karena tak ada sesuatu yang mengejutkan terjadi, seperti goncangan2 pemikiran atau realitas. Padahal, seorang penulis itu biasanya memerlukan ‘goncangan’ hidup yang dapat memberinya inspirasi untuk menulis sesuatu. Jika hidup dapat ditangani dengan baik, dan segala sesuatunya dapat diselesaikan dengan baik pula, maka tak ada sesuatu yang bisa ditulis. Setidaknya itu yang kualami selama ini…
Setelah kupikir2, mungkin itu sebabnya para artis, baik itu pencipta lagu, pencipta nada2 indah (seperti Bethoven, dkk), para pelukis, pemahat, bahkan pengarang hebat ala Shakespeare mengalami kisah hidup yang maha hebat. Banyak diantara seniman2 jenius tersebut menjalani hidup yang tragis, bahkan mati muda dalam keadaan melarat, putus asa, dan akhirnya bunuh diri. Jadi, apakah untuk menciptakan karya2 yang monumental (masterpiece) seperti mereka, orang2 biasa kaya kita2 ini juga harus mengalami hidup yang sedemikian bergolaknya? Entahlah, aku sendiri ga kepingin mengalami hidup dengan cara yang kuanggap ‘mengerikan’ tersebut, apalagi akhir tragis seperti yang dialami mereka yang karya2nya abadi, yang saat ini masih dapat kita nimati.
Ada lagi sisi gelap para seniman hebat yang pada umumnya terjadi. Mereka itu kebanyakan ‘berkepribadian ganda’. Artinya, apa yang mereka tulis, belum tentu terjadi dalam kehidupan mereka. Jadi mereka menulis, bisa jadi untuk melemparkan ide2 saja. Bisa jadi untuk berkeluh kesah pada dunia yang maha kejam dan tak adil pada mereka. Bisa juga untuk melepaskan segala beban pikiran dan kepenatan hidup dalam bentuk karya cipta. Atau paling buruk, sekedar profesi, mesin pencari uang. Padahal di kehidupan nyata bisa jadi mereka itu orang2 yang ‘dingin’ dan anti sosial. Atau malah kejam. Dulu kami sering berkelakar antar sesama sewaktu kami masih remaja, “Jangan pacaran/nikah sama artis/seniman/pengarang, karena semua romantisme yang mereka ciptakan dalam lakon2 ciptaan mereka itu hanya fatamorgana.” Buktinya setelah TV dan media massa lainnya dengan bebas ‘mengeruk’ cerita dari ribuan selebriti di seluruh dunia, kelakaran itu terbukti. Demi Moore dan Bruce Wills yang film2nya luar biasa idealis dan romantis, atau Madonna si Ratu Pop dan mengeluarkan album2 romantis, atau artis2 negeri sendiri, pengarang2 lokal, serta para seniman lainnya, ternyata pada umumnya mengalami kisah hidup yang begitu ‘berbeda’, kadang nyaris berlawanan, seakan2 mereka itu makhluk2 ‘berkepribadian ganda’. Gimana ga, seorang penceramah misalnya, memberikan ceramah ke sana kemari tentang hal yang baik2 dan menginspirasi oranglain atau seorang penulis yang rajin menulis tentang agama, tapi dalam kehidupn sehari2 berbuat sebaliknya. Jadi sama dengan artis aja, yang kemarin memerankan tokoh religius yang sangat alim di sinetron Ramadhan, besok lusa muncul berita di koran tentang kehidupan pribadinya yang jauh dari agama, misalnya. (*Ssst, kalo artis film or sinetron mah, kita maklum ya…mungkin itu mang tuntutan peran…hehehehe) Weleh, weleh…bisanya ya, orang2 tersebut berbuat begitu. Jangankan sama Allah swt, sama manusia aja udah ga tau malu….
Jadi, sebenarnya bagaimana seharusnya kita ini? Yaaah, kalau menurutku sih, sebagai manusia kita itu semestinya mencoba untuk konsisten dalam berkarya dan dalam kehidupan nyata. Apapun profesi kita, sebaiknya kita jangan bersifat dan bersikap munafik dan bermuka dua. Ga apa2 lah ga menulis atau menciptakan suatu karya, ketimbang kita bersifat munafik dan malahan tak bisa mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Tapi memang yang terbaik, berkaryalah dan buat karya itu mengubah hidup kita. Kalau kita suka menulis misalnya, tulis sesuatu yang berguna, yang dapat memotivasi oranglain, atau diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik…. Itu kan yang penting?
Setelah kupikir2, mungkin itu sebabnya para artis, baik itu pencipta lagu, pencipta nada2 indah (seperti Bethoven, dkk), para pelukis, pemahat, bahkan pengarang hebat ala Shakespeare mengalami kisah hidup yang maha hebat. Banyak diantara seniman2 jenius tersebut menjalani hidup yang tragis, bahkan mati muda dalam keadaan melarat, putus asa, dan akhirnya bunuh diri. Jadi, apakah untuk menciptakan karya2 yang monumental (masterpiece) seperti mereka, orang2 biasa kaya kita2 ini juga harus mengalami hidup yang sedemikian bergolaknya? Entahlah, aku sendiri ga kepingin mengalami hidup dengan cara yang kuanggap ‘mengerikan’ tersebut, apalagi akhir tragis seperti yang dialami mereka yang karya2nya abadi, yang saat ini masih dapat kita nimati.
Ada lagi sisi gelap para seniman hebat yang pada umumnya terjadi. Mereka itu kebanyakan ‘berkepribadian ganda’. Artinya, apa yang mereka tulis, belum tentu terjadi dalam kehidupan mereka. Jadi mereka menulis, bisa jadi untuk melemparkan ide2 saja. Bisa jadi untuk berkeluh kesah pada dunia yang maha kejam dan tak adil pada mereka. Bisa juga untuk melepaskan segala beban pikiran dan kepenatan hidup dalam bentuk karya cipta. Atau paling buruk, sekedar profesi, mesin pencari uang. Padahal di kehidupan nyata bisa jadi mereka itu orang2 yang ‘dingin’ dan anti sosial. Atau malah kejam. Dulu kami sering berkelakar antar sesama sewaktu kami masih remaja, “Jangan pacaran/nikah sama artis/seniman/pengarang, karena semua romantisme yang mereka ciptakan dalam lakon2 ciptaan mereka itu hanya fatamorgana.” Buktinya setelah TV dan media massa lainnya dengan bebas ‘mengeruk’ cerita dari ribuan selebriti di seluruh dunia, kelakaran itu terbukti. Demi Moore dan Bruce Wills yang film2nya luar biasa idealis dan romantis, atau Madonna si Ratu Pop dan mengeluarkan album2 romantis, atau artis2 negeri sendiri, pengarang2 lokal, serta para seniman lainnya, ternyata pada umumnya mengalami kisah hidup yang begitu ‘berbeda’, kadang nyaris berlawanan, seakan2 mereka itu makhluk2 ‘berkepribadian ganda’. Gimana ga, seorang penceramah misalnya, memberikan ceramah ke sana kemari tentang hal yang baik2 dan menginspirasi oranglain atau seorang penulis yang rajin menulis tentang agama, tapi dalam kehidupn sehari2 berbuat sebaliknya. Jadi sama dengan artis aja, yang kemarin memerankan tokoh religius yang sangat alim di sinetron Ramadhan, besok lusa muncul berita di koran tentang kehidupan pribadinya yang jauh dari agama, misalnya. (*Ssst, kalo artis film or sinetron mah, kita maklum ya…mungkin itu mang tuntutan peran…hehehehe) Weleh, weleh…bisanya ya, orang2 tersebut berbuat begitu. Jangankan sama Allah swt, sama manusia aja udah ga tau malu….
Jadi, sebenarnya bagaimana seharusnya kita ini? Yaaah, kalau menurutku sih, sebagai manusia kita itu semestinya mencoba untuk konsisten dalam berkarya dan dalam kehidupan nyata. Apapun profesi kita, sebaiknya kita jangan bersifat dan bersikap munafik dan bermuka dua. Ga apa2 lah ga menulis atau menciptakan suatu karya, ketimbang kita bersifat munafik dan malahan tak bisa mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Tapi memang yang terbaik, berkaryalah dan buat karya itu mengubah hidup kita. Kalau kita suka menulis misalnya, tulis sesuatu yang berguna, yang dapat memotivasi oranglain, atau diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik…. Itu kan yang penting?





0 komentar:
Post a Comment